Jangan Berharap Banyak Dengan Keputusan MK

27 Maret 2024, 17:25 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (ketiga kanan) didampingi anggota Majelis Hakim MK Saldi Isra (ketiga kiri), Arief Hidayat (kedua kanan), Enny Nurbaningsih (kedua kiri), Asrul Sani (kiri), dan Daniel Yusmic P Foekh (kanan) memimpin sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragenda pemeriksaan pe /Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

DETAKSUMUT.ID - Hari ini MK akan mulai sidang sengketa Pemilu. Gugatan 01 dan 03 digulirkan. Tapi jangan terlalu berharap banyak dengan putusan MK, karena menurut amatan para ahli di luar penguasa, semua yang terjadi sekarang sudah disiapkan dan diantisipasi Jokowi sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan Kepala Keluarga.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh pengamat, Henri Subiakto pada Rabu, 27 Maret 2024.

Ia menyebut kekuatan politik Jokowi harus diakui sangat kuat hingga tahun 2024 ini. Tak ayal dia percaya diri melakukan manuver politik dan menghadapi semua konsequensi. Kenekadan yang tak pernah diperkirakan lawan apalagi “teman” yang terlambat memperoleh kesadaran.

"Aparat hukum seperti polisi, kejaksaan, bahkan KPK konon sudah disiapkan tunduk taat pada Presiden. Parpol dan DPR juga sudah dibuat menjadi nurut di bawah pengaruh politik kekuasaan, sehingga praktis tidak ada yang mampu secara signifikan menggoyahkan posisi dan keinginan politik Jokowi," ucapnya.

Maka, katanya, upaya kekuatan politik yang berseberangan dan kecewa pada Jokowi terkait proses Pemilu tidak bisa tidak harus menyesuaikan dengan menggunakan infrastruktur yang sudah disiapkan yaitu membawa masalahnya ke MK sebagai gugatan. Di luar itu untuk waktu dekat praktis tidak banyak yang bisa dilakukan.

"Sebenarnya Hak Angket paling ideal untuk mengungkap adanya banyak pelanggaran UU selama persiapan dan pelaksanaan Pemilu. Tapi hak angket itu rumit, butuh waktu panjang, dan banyak kendala serta mudah digagalkan di jalan. Karena partai-partai politik dan politisi sangat pragmatis, elit elitnya mudah disandera dan diiming imingi reward jabatan," jelasnya.

Katanya, suka atau tidak suka MK jadi pilihan yang terpaksa paling mudah dilakukan. Terlepas bagaimana nanti hasil putusan, tidak terlalu penting bagi gerakan perlawanan. Yang penting sidang MK itu bisa jadi panggung hiburan, jadi panggung hukum untuk mengungkap fakta fakta penyimpangan menurut versi penggugat di persidangan.

"Sidang MK akan jadi Panggung hukum yang terbuka bagi masyarakat luas untuk menyaksikan apa yang terjadi, sehingga diharapkan bisa jadi sarana edukasi yang membuka mata untuk melihat apa yang menurut pihak penggugat sebagai bukti bahwa sejak awal sebelum pertandingan panitia, wasit, pengawas, aparat keamanan, hingga lapangannya sudah ada aspek kecurangan untuk kemenangan pasangan 02," jelasnya.

Ia menjelaskan, ajang komunikasi ini penting terutama untuk membangun opini publik terkait persoalan yg tidak bisa dituntaskan di MK, perlu segera didorong jadi isu pentingnya Hak Angket digelar.

"Sayangnya Hak Angket di DPR itu mudah dihalang-halangi, diganggu dan disabotase, maka butuh opini publik yang kuat untuk mendukungnya. Beda dengan proses hukum di MK, sidang hukum lebih aman minimal dari tingkah polah politisi yang “masuk angin” yang berubah-ubah pandangannya. Sidang MK lebih steril dari manuver politisi, daripada pelaksanaan kak angket yang terlalu tergantung DPR dan kekuatan politik yang terlibat di lapangan," jelasnya.

Katanya, sebagaimana sekarang semua yang terlibat proses politik di DPR berpotensi menghambat hak Angket, sepanjang kepentingan politik mereka punya relasi dengan penguasa, sehingga hak angket sulit diharapkan. Maka sidang MK bisa jadi ban serep yang ditaruh di depan, untuk kontestasi komunikasi dan hukum antara penggugat dengsn mereka yang ada di kekuasaan.

"Tentu para penggugat berharap Hakim2 MK sadar, mereka itu wakil-wakil tuhan, yang harus bersikap adil, jujur, bijak dan independen dalam menjaga bangsa Indonesia dengan konstitusinya. Para Hakim didorong mengembalikan marwah MK dengan takut pada Tuhan yang mereka wakili. Bukan takut pada manusia yg sedang memegang kekuasaan," jelasnya.

"Juga meminta independensi dan integritas para hakim, sehingga MK bisa kembali menjadi intitusi pengadil konstitusi yang dipercaya. Itu yang disuarakan para pencari keadilan bersama pendukungnya. Terutama MK diharap mengadili kecurangan Pemilu di ranah persoalan pelanggaran UU yg merusak demokrasi. Bukan mengadili persoalan angka-angka yang menjadikan MK hanya sebagai Mahkamah Kalkulator. Bukan pula MK menjadi alat legitimasi dinasti atau sebagai Mahkamah Keluarga," ucapnya.

Terakhir, katanya, bila hakim MK itu memiliki keberanian dan percaya diri sebagai penjaga konstitusi Indonesia, hasilnya bisa saja menghentikan keinginan politik yg sudah direncakan. Yaitu mendiskualifikasi Gibran. Tapi untuk bertindak independen seperti itu tidak mudah, mengingat para Hakim kemungkinan merasa diawasi, setelah dua hakim terancam kriminalisasi.

"Maka bagaimana hasil akhir keputusan MK, saya pribadi pesimis. Tidak mustahil semua kemungkinan penanganannya sudah diantisipasi dan disiapkan," ujarnya 

"Berarti besar kemungkinan keputusan MK tak akan mengubah banyak hal, hingga Prabowo Gibran dilantik Oktober nanti," pungkasnya.

Editor: Fauzaki Aulia

Tags

Terkini

Terpopuler