Perusakan Hutan Mangrove Dijadikan Kebun Sawit di Langkat, Berikut Penjelasan Pengamat Ekonomi

12 Mei 2024, 13:58 WIB
Warga Penjaga Hutan Mangrove di Langkat Dikriminalisasi /Detak Sumut/Abdul Rahim Daulay/

DETAKSUMUT.ID - Perusakan hutan mangrove atau bakau yang diduga akan dialih fungsikan menjadi kebun sawit di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Hutan bakau dirusak, bagaimana dengan makhluk hidup di sekitarnya? Presiden Joko Widodo pun mengintruksikan seluruh pihak untuk menjaga dan merawat hutan mangrove yang ada di seluruh Tanah Air.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Gunawan Benjamin mengatakan alih fungsi lahan dari hutan bakau menjadi perkebunan sawit secara ekonomis memang seperti terlihat lebih menguntungkan menanam sawit.

Baca Juga: Masa Penahanan Sang Pelindung Hutan Mangrove di Langkat Diperpanjang

"Namun peruntukan hutan bakau lebih menguntungkan bagi ekosistem disekitarnya. Karena mangrove memiliki peran menjaga kelestarian lingkungan apalagi di wilayah yang berdekatan dengan pantai," kata Benjamin saat dimintai tanggapan Detak Sumut di Medan, Rabu, 8 Mei 2024.

Kehadiran hutan mangrove ini, ujarnya, menjaga masyarakat sekitar dari potensi bencana yang akan terjadi. Sehingga peruntukannya memang semestinya tetap dipertahankan sebagai bagian dari pengembangan ekonomi hijau.

"Untuk mendorong manfaat ekonomi yang besar, sebaiknya hutan mangrove dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata yang bisa menambah pemasukan bagi masyarakat sekitar," ucap Benjamin.

Oleh karenanya, sambungnya, dibutuhkan upaya kreatif agar kehadiran hutan mangrove bukan hanya berfungsi menjaga ekosistem masyarakat sekitar. Tetapi mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat yang ada disekitarnya.

"Saya menduga alasan alih fungsi lahan yang terjadi karena faktor ekonomi, yang membuat dorongan untuk membuka lahan sawit karena dinilai lebih menjanjikan keuntungan finansial," tambahnya.

Baca Juga: Kontras Desak Kapolda Sumut Segera Tangkap Terduga Pelaku Perusakan Hutan Mangrove di Langkat

Diungkapkan Benjamin, nilai ekonomis sawit memang sangat menggiurkan di wilayah Sumut. Dan bukan hanya dibandingkan dengan hutan mangrove saja bahkan untuk tanaman padi juga kerap terjadi alih fungsi lahan menjadi tanaman sawit.

"Fenomena belakangan ini menunjukan bahwa masyarakat cenderung bersikap pragmatis, dan cenderung mengabaikan bencana ekologis," tegasnya.

Tetapi itu, lanjutnya, hanya masalah di Hilir. Jika mau tuntas maka akar masalah yang lain semestinya diselesaikan. Dari Hulu ke Hilirnya, seperti dari mana asal dorongan untuk menanam sawit tersebut.

"Kalau masalahnya adalah untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar dengan menanam sawit. Maka harus ada upaya dari setiap stakeholder untuk merumuskan kebijakan subtitusi sumber pendapatan, atau lahan yang dijadikan untuk mengembangkan tanaman sawit," tandasnya.

Baca Juga: Kapolri dan Kapolda Sumut Diminta Bebaskan Sang Pelindung Hutan Mangrove di Langkat, Periksa Oknum Bawahan

Sebelumnya diberitakan, dikabarkan Polda Sumut telah memeriksa beberapa orang terkait dugaan perusakan Hutan Mangrove di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

Polisi harus mengumumkan ke publik terkait tersangka dugaan perusakan Hutan Mangrove tersebut.

"Sebagaimana dugaan tindak pindana lingkungan lainnya, adalah seharusnya tersangka diumumkan kepada publik," kata Onrizal, Associate Professor Ekologi dan Konservasi Hutan Tropis Universitas Sumatera Utara (USU) saat dimintai tanggapan Detak Sumut, Rabu, 6 Maret 2024.

Polda Sumut disarankan untuk menindak tegas pelaku perusakan Hutan Mangrove.

"Kita berharap, Polda Sumut mengusut tuntas sampai kepada para aktor intektual dan pemodal tindakan pengrusakan hutan mangrove," tambahnya.

"Mengapa demikian? Perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove merupakan program prioritas pemerintah RI, termasuk untuk mencapai target penurunan emisi karbon, baik yang terdapat dalam dokumen peningkatan kontribusi nasional atau Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) 2022 maupun dalam dokumen FOLU Net Sink 2030," jelas Ahli Kehutanan USU itu.

Dikatakan Onrizal, kegiatan pengrusakan dan pengalihfungsian mangrove jelas akan menghambat pencapaian target penurusan emisi karbon yang sudah ditargetkan pemerintah dan sudah disampaikan kepada masyarakat Internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Selain itu, lanjutnya, kerusakan mangrove sudah terbukti mengancam kehidupan masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan.

"Hasil penelitian menunjukan, 2/3 dari populasi biota perairan pesisir sangat tergantung pada hutan mangrove yang masih baik. Sehingga pengrusakan hutan mangrove berdampak buruk pada masyarakat local, nasional dan global," kata Akademisi USU yang juga pakar Mangrove itu.

Oleh sebab itu, Polda Sumut harus segera menetapkan tersangka pengrusakan hutan mangrove, di Desa Kwala Langkat.

"Kita berharap dengan alat bukti yang cukup, tersangka dapat ditetapkan dan diumumkan, termasuk para aktor intelektual dan pemodalnya," tegas Onrizal.

Ia meminta Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Pemprov Sumut dan KPH Wilayah 1 Stabat menindak tegas terhadap pelaku pengrusakan hutan mangrove.

"Kegiatan mitigasi dan pencegahan kerusakan mangrove harus diprioritaskan. Kemudian, bagi para perusak perlu diberikan tindakan tegas," kata Onrizal selama ini melakukan penelitian dan juga dipercaya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut untuk memberikan pandangan terkait isu-isu lingkungan.***

 

Editor: Abdul Rahim Daulay

Tags

Terkini

Terpopuler