Piramida Toba: Riset Sensasional di Pusat Pemerintahan Sisingamangaraja XII

- 12 Oktober 2023, 12:01 WIB
Penampakan struktur berbentuk piramid di bukit di kawasan Toba, Sumut.
Penampakan struktur berbentuk piramid di bukit di kawasan Toba, Sumut. /Dok. Danny Hilman Natawidjaja/

Temuan uang koin zaman Belanda menegaskan bahwa Bakkara benar-benar takluk kepada Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1907, menyusul tewasnya Raja Sisingamangaraja XII di tahun yang sama. Raja Sisingamangaraja XII adalah Pendeta Raja Batak yang bertahta di Lumbanraja (Desa Simamora sekarang), lembah Bakkara. Temuan koin itu mengindikasikan huta di Bukit A itu masih eksis pada dekade pertama tahun 1900-an.

Komunitas-komunitas tertua Batak mengolah tanah lembah menjadi sawah. Pemukiman ditempatkan di tempat yang lebih tinggi, yaitu lereng perbukitan. Karena pemukiman berada di lahan miring, maka lazim orang Batak tempo dulu membangun teras-teras yang terbuat dari bebatuan alam yang terserak di kaki bukit.

Hasilnya pertapakan kampung membentuk struktur punden berundak mengikuti kontur dan kemiringan bukit. Mengelilingi kampung itu lazim dibangun parik, tembok pelindung yang antara lain terbuat dari susunan batu alam. Di atas tembok itu biasanya ditanam bambu duri untuk mempertebal benteng pertahanan. Hal itu mengingat di masa lalu kerap terjadi perang antar kampung.

Struktur kampung asli seperti itu lazim ditemukan di Pulau Samosir dan sekeliling pantai luar Danau Toba. Penempatan pemukiman di lereng bukit punya alasannya sendiri: [1] agar tanah lembah sepenuhnya dapat digunakan sebagai sawah; [2] agar lebih mudah memantau dan mengalahkan musuh dari ketinggian (fungsi pertahanan); [3] untuk menghindari terpaan angin lembah yang kencang.

Demikian halnya dengan Bukit A Bakkara yang berada di dinding lembah sebelah barat, dekat pantai di seberangnya, dan dinding lembah sebelah timur terletak Istana Sisingamangaraja.

Jika seseorang berdiri di puncak Bukit A, maka pandangannya akan terbuka bebas ke perairan Danau Toba di sebelah kiri dan ke jalan masuk lembah Bakkara di sebelah kanan. Fakta ini menimbulkan pertanyaaan “Apakah huta di Bukit A itu dulu sebagai bagian dari sistem pertahanan Kerajaan Sisingamangaraja, tempat di mana pasukannya memata-matai gerakan musuh?”

Kini, Bukit A berada di perkampungan marga Marbun (Banjarnahor), salah satu dari enam marga di Bakkara yang disebut “Si Onom Ompu” (Bakkara, Simanullang, Sinambela, Marbun, Sihite, Simamora). Keenam marga ini adalah pendukung setia Sisingamangaraja yang wajib hadir dalam setiap penobatan Raja Sisingamangaraja.

Refleksi dari Lusius Sinurat, SS, M.Hum.

Saya pikir ucapan terimakasih patut disampaikan kepada Prof. Danny yang telah mengangkat isu “Piramida Toba” sebagai temuan “tak sengaja”—ketika dia dan timnya berada di Bakkara (2021) untuk riset jalur gempa. Harus diakui bahwa label “piramida” untuk Buit A Bakkara telah berhasil menarik minat berbagai pihak, termasuk para arkeolog, sejrahwan, dan masyarakat umum.

Saya berharap agar isu “Piramida Toba” ini tidak berkembang menuju kondisi “anarkis”, sekedar sensasi, bahkan isu mistis, seperti yang terjadi dengan Piramida Nusantar di Gunung Padang. (Felix Tani, “Sensasi Piramida Toba dan Perlunya Berpikir Kritis”, kompasiana.com)

Diluar isu “Piramida Toba” sebagai situs perkampungan tua, para arkeolog dan sejarahwan perlu juga mengungkap alasan mengapa kampung tua itu ditinggalkan: [1] apakah karena tertimpa tanah dan batu longsor dari puncak tebing? [2] karena dihuni oleh pendukung garis keras Sisingamangaraja XII—sehingga dibumihanguskan pasukan Belanda saat menyerang Bakkara tahun 1894? atau [3] menunggu kedatangan Prof. Danny untuk memproklamirkan perkampungan itu sebagai Piramid Toba? Ha ha ha.

Halaman:

Editor: Fauzaki Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah