PII Sumut: Dikotomi Sampai Elaborasi Pelajar dan Santri

- 22 Oktober 2023, 16:39 WIB
M. Fadly Ramadhan Siregar
M. Fadly Ramadhan Siregar /Detaksumut/Dok. Istimewa /

DETAKSUMUT.ID - Hari ini ada adalah Hari Santri Nasional tahun 2023. Berbagai kegiatan peringatan hari santri terlaksana di Indonesia. Selain itu berbagai resolusi dalam bentuk tulisan terkait hari santri oleh berbagai tokoh pun bermunculan di media. Salah satunya dari Ketua Umum Pengurus Wilayah, Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera Utara, M. Fadly Ramadhan Siregar yang berjudul PII Sumut: Dikotomi Sampai Elaborasi Pelajar dan Santri.

Didalam tulisannya, Fadly menyebut sosok Joesdi Ghazali dalam kontemplasinya membangkitkan sebuah Gerakan. Gagasan yang lahir setelah beri’tikaf di Mesjid Kauman Gedhe pada 25 Februari 1947 untuk menyatukan Ummat Islam dikalangan Pelajar dan Santri, selanjutnya gagasan itu disampaikan kepada Anton Timur Djaelani, Ibrahim Zarkasy, Amin Syahri dan Noersyaf, mereka yang hadir sepakat mendirikan Organisasi Pelajar. Dari Rahim Pemikiran ini telah banyak mencetak dan melahirkan pemimpin Bangsa, juga punya peran besar dan andil dalam Sejarah Negeri ini.

Baca Juga: Berani, Gibran Siap Disanksi PDIP Setelah Didukung Jadi Cawapres Prabowo

Pasca Kemerdekaan Ummat dan masyarakat Indonesia mengalami problem kultural yang cukup serius. Pengaruh warisan pola pikir dan pola hidup kaum kolonialis yang belum terkikis habis dari tradisi kehidupan bangsa Indonesia. Pergumulan budaya dan tarik menarik antara pandangan dan pola hidup yang modern, kebarat-baratan dengan pandangan dan pola hidup tradisional. Sementara ajaran agama Islam belum dipahami sebagai alternatif pandangan dan pola hidup masyarakat kala itu.

Berdirinya PII, jelasnya, dilatarbelakangi oleh dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan pesantren, dan pendidikan yang dihasilkan oleh Belanda dan Jepang. Kaum pesantren beranggapan bahwa pendidikan dengan corak Belanda merupakan pendidikan yang dihasilkan oleh orang kafir karena bersistem dari Belanda. Para pelajar sekolah umum merasa canggung untuk terjun langsung di masarakat muslim meskipun mereka beragama Islam. Banyak masyarakat yang tidak bersimpati kepada mereka karena dianggap sebagai antek-antek Belanda. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karna akan memicu perpecahan yang lebih besar, yaitu perpecahan bangsa dan umat Islam di masa mendatang.

Baca Juga: Lampu Hijau, Jokowi Restui Gibran Setelah Direkomendasikan Jadi Cawapres Prabowo

Selanjutnya, Joesdi mengemukakan gagasannya dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam (GPII) yang dilaksanakan pada 30 Maret - 1 April 1947 dan disetujui oleh peserta Kongres setelah melalui proses perbedaan pandangan. Peserta Kongres sepakat untuk melepas GPII sayap pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam.

Hasil kongres ini ditindaklanjuti dengan pertemuan di Kantor GPII, Jl. Margomulyo No.8 Yogyakarta pada Ahad, 4 Mei 1947 yang dihadiri oleh Joesdi Ghazali, Anton Timur Djaelani, Amin Syahri, Ibrahim Zarkasy, dan wakil-wakil organisasi pelajar Islam lokal yang telah ada. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00 WIB.

Baca Juga: Soal Gibran Ikut Pilpres 2024, Ini Kata Puan Maharani

Halaman:

Editor: Fauzaki Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah