Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan RI Sekretaris Umum PP GMKI: Antara Tantangan dan Harapan ber-Indonesia

- 18 Agustus 2023, 12:46 WIB
Artinus Hulu.
Artinus Hulu. /Detaksumut/ist/

Terus yang ketiga, lanjut Artinus, merajalelanya logika transaksional. Di era dewasa kini, hampir bisa ditebak bahwa hampir seluruh basis relasi sosial terbangun di atas logika transaksional.

"Fenomena ini tidak hanya berlaku dalam area politik makro, tetapi juga dapat dijumpai dalam hidup keseharian. Ruang-ruang kerja sama atau gotong royong sebagaimana budaya asli bangsa Indonesia perlahan bergeser menjadi wilayah individualisme dan pragmatisme kelompok berkepentingan," sambungnya.

Katanya, dibalik berbagai tantangan yang menghadang bangsa Indonesia, tentu terdapat sejuta harapan dalam upaya mewujudkan kemerdekaan yang sejati. Hal ini, menurutnya mestinya direfleksikan oleh setiap orang guna memaknai momentum kemerdekaan kali ini. Beberapa poin berikut ini yang menjadi konsen refleksi.

Yang pertama, kata Artinus adalah merdeka dari kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi. Semua mengetahui bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai heterogenitas dan potensi yang sumber daya alamnya. Tentu ini bukan saja tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab setiap warga bangsa untuk berpikir dan bertindak “Indonesia Sentris” dalam upaya mewujudkan Indonesia maju dan melaju sejahtera.

"Pelibatan pemuda dianggap penting dan urgen dalam hal ini. Pemuda memiliki peran dan fungsi sebagai agen perubahan dan kontrol sosial dalam menyelaraskan pembangunan kesejahteraan. Apalagi negara telah mengeluarkan grand design Indonesia Emas 2045. Ini menjadi konsentrasi dan komitmen kebangsaan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholder untuk menyelenggarakan kesejahteraan yang adil dan merata," sambungnya.

Yang kedua, kata Artinus adalah menggelorakan semangat moderasi ber-Indonesia. Menjadi komitmen bersama bagi bangsa ini untuk kembali menguatkan dan mempromosikan nilai-nilai kebangsaan, seperti halnya nilai persatuan, gotong-royong, dana toleransi dalam keberagaman. Nilai-nilai tersebut tidak lain merupakan kekhasan dari identitas bangsa Indonesia.

"Moderasi ber-Indonesia adalah sebuah komitmen sekaligus prinsip yang harus dibangun di tengah kondisi kebangsaan dewasa ini yang kerap dirongrong oleh pelbagai tantangan sebagaimana tergambar dan diulas pada bagian sebelumnya. Semangat moderasi beragama sejalan dengan semangat membangun persatuan di bumi yang kompleks kultural (multikultural), dengan sembhoyan Bhinneka Tunggal Ika," lanjutnya.

Ketiga, kata Artinus yaitu transformasi politik menuju Pemilu 2024. Para prinsipnya, politik identitas nyatanya tidak memberi efek positif, tetapi sebaliknya justru merusak tatanan hidup bersama dan menjauhkan bangsa ini dalam upayanya mencapai tujuan pembangunan nasional. Politik identitas jelas-jelas tidak memerdekakan, melainkan membentuk perilaku manusia untuk saling fitnah dan penuh kebencian. Praktik semacam ini kerap terjadi bila mendekati momentum politik, tak terkecuali Pemilu 2024 nanti.

Baca Juga: Bawaslu RI Umumkan Komisioner Terpilih Bawaslu Kabupaten/Kota di Sumbar, Siapa Saja ? Cek Disini

Dengan demikian, kata Artinus, setiap aktor politik perlu membangun nuansa politik yang etis dan humanis. Artinya politik yang mengutamakan karakter keindonesiaan, seperti karakter kesantunan dalam penyelenggaraan momentum politik 2024, dan jauh dari sikap politik identitas yang reaksioner dan merusak. Menjelang perhelatan demokrasi lima tahunan itu, idealnya diskursus-diskursus seputar gagasan calon, visi dan misinya untuk masa depan Indonesia perlu diarus-utamakan. 

Halaman:

Editor: Fauzaki Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah